Pada jaman ini
dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini dikuasai
dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah
Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri
dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau
Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari
Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390),
Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius
(315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430).
Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada
intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan
pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh
dari Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan
akal-budi “diabdikan” untuk dogma agama.
Jaman Skolastik
(sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles. Pemikiran-pemikiran
Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam,
terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd,
1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar
sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang
banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan
pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan filsuf penting
sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu,
dari ordo Dominikan dan Fransiskan.. Filsafatnya disebut “Skolastik” (Lt.
“scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam
sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang
baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada
hubungan antara iman dengan akal budi. Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak
dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang
lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu “mengabdi” terhadap yang lain atau
sebaliknya.
Sampai dengan di
penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap
perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan
Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja,
ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa
adalah matahari (Heleosentrisme). Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja
sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran
benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak jaman Yunani yang
justru telah mendapat “mandat” dari otoritas Gereja. Oleh karena itu dianggap
menjatuhkan kewibawaan Gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar