Jembatan antara Abad pertengahan dan Jaman Modern
adalah jaman “Renesanse”, periode sekitar 1400-1600. Filsuf-filsuf penting dari
jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More
(1478-1535) dan Frc. Bacon (1561-1626). Pembaharuan yang sangat bermakna pada
jaman ini (renesanse) adalah “antroposentrisme”nya. Artinya pusat perhatian
pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani Kuno, atau Tuhan
sebagaimana dalam Abad Pertengahan.
Setelah Renesanse mulailah jaman Barok, pada
jaman ini tradisi rasionalisme ditumbuh-kembangkan oleh filsuf-filsuf antara
lain; R. Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz
(1646-1710). Para Filsuf tersebut di atas menekankan pentingnya
kemungkinan-kemungkinan akal-budi (“ratio”) didalam mengembangkan pengetahuan
manusia.
Pada abad kedelapan belas mulai memasuki
perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan setelah rasionalisme jaman
Barok, pemikiran manusia mulai dianggap telah “dewasa”. Periode sejarah
perkembangan pemikiran filsafat disebut sebagai “Jaman Pencerahan” atau “Fajar
Budi” (Ing. “Enlightenment”, Jrm. “Aufklärung”. Filsuf-filsuf pada jaman ini
disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu
pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman indrawi manusia (Lt.
“empeira”, “pengalaman”). Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke
(1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776). Di Perancis JJ.
Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804)
Secara khusus ingin dikemukakan disini adalah
peranan filsuf Jerman Immanuel Kant, yang dapat dianggap sebagai inspirator dan
sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan”
pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum
empirisme. Immanuel Kant dalam karyanya utamanya yang terkenal terbit tahun
1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason),
memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan.
Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu
konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari
kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme,
yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim
pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang
pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory
system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah
mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant,
empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki
manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan
yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah
ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari
pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan
apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai
benda itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar