Minggu, 27 November 2016

Seperti Apakah Kehidupan yang Baik?

Pertanyaan yang sering filsuf ajukan “seperti apakah kehidupan yang baik?” telah menjadi diskusi filsuf yang penting dalam pendidikan baru-baru ini, karena kebanyakan bagi para filsuf tentang pendidikan (e.g White 1990, 2002; Brighouse 2006) yang merupakan tujuan utama suatu pendidikan adalah kehidupan yang baik, perkembangan dari seseorang. Pada saat yang sama mungkin sulit untuk mengatakan bahwa sebuah kehidupan yang baik bagi seseorang terjadi tanpa adanya pengaruh dari lingkungan masyarakat dimana ia hidup, mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial. Banyak penilaian yang kami lakukan atau buat tentang masyarakat atau urusan sosial negara. Suatu masyarakat mungkin hanya masyarakat biasa, atau juga memerintah, atau otoriter, atau anarkis, dan sebagainya. Dilihat dari apa itu masyarakat yang baik barangkali dapat menyalurkan pemikirannya tentang tujuan pendidikan, karena pendidikan boleh jadi tujuannya untuk masyarakat dan juga sebagai individu ( point ini dapat di balikan ke bab berikutnya). Jika kita memulai gagasan dari manusia sebagai makhluk sosial, kita harus menambahkan bahwa manusia bukan makhluk sosial saja namun mereka adalah mahkluk politik (kembali ke Aristoteles). Artinya, mereka cakap, rasional, kemampuan dalam komunikatif dan kooperatif, dengan begitu organisasi menjadi urusan mereka. Dalam penegertian ini sebagian besar dari aktivitas manusia seperti menilai, menyarankan, kritik, dan sebagainya merupakan kegiatan politik.
Kita menilai tindakan, kita menilai urusan negara, dan kami juga menilai orang. Dalam hal ini kita bukan hanya menilai yang dasar-baik dan buruk-tentang orang juga tentang tindakan dan urusan negara, tetapi kami memiliki beragam kata untuk menilai atau menggambarkan kualitas seseorang dalam cara menerima atau menolak. Contohnya dalam Bahasa Inggris seperti ‘Kind’, ‘generous’, ‘fair-minded’, ‘mean’, ‘self-centred’,’callous’ dan masih banyak lagi. Seperti kualitas, ketika mereka melihat yang diinginkannya, ada istilah kuno menyatakan, yang telah dibangkitkan kembali oleh filsuf beberapa tahun terakhir. Istilah itu ialah ‘virtues’ (istilah itu juga sering merujuk ke ‘vices’, meskipun begitu istilah itu memiliki makna yang berbeda pada Bahasa Inggris). Meskipun kata “virtues’ saat ini tidak menjadi bagian yang menonjol dalam lingkungan hidup yang layak kebanyakan dari kita, berbagai pengertian yang kita miliki tentang kualitas yang diinginkan dan mengagumkan yang lain tentunya. Kita dapat berpikir tentang kualitas yang diinginkan adalah kita mungkin menginginkan diri kita berkulitas, dan tentang kualitas dimana kita berharap untuk melihat orang lain(anak-anak kita sendiri berkualitas). Maka kualitas adalah sesuatu yang seringnya rumit, melibatkan persepsi, perasaan, motivasi dan tindakan. Misalkan kita berharap bahwa anak akan berubah menjadi baik terhadap yang lain: kita ingin melihat anak untuk bertanggung jawab ketika marah atau menyakiti orang lain; peduli dengan yang lain; suka membantu; dan benar-benar membantu setidaknya banyak melakukan sesuatu untuk membantu Acara. Sesuatu yang mungkin kurang, tidak memiliki keutamaan dalam kebaikan, tapi hanya untuk menghargai yang telah diucapkan sebagai ide dari kebaikan.
Referensi:
Haydon, Graham. 2006. Education, Philosphy And The Ethical Environment. New York: Routledge (e-book, hlm: 29-39).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar