Pertanyaan
yang sering filsuf ajukan “seperti apakah kehidupan yang baik?” telah menjadi
diskusi filsuf yang penting dalam pendidikan baru-baru ini, karena kebanyakan
bagi para filsuf tentang pendidikan (e.g White 1990, 2002; Brighouse 2006) yang
merupakan tujuan utama suatu pendidikan adalah kehidupan yang baik,
perkembangan dari seseorang. Pada saat yang sama mungkin sulit untuk mengatakan
bahwa sebuah kehidupan yang baik bagi seseorang terjadi tanpa adanya pengaruh dari
lingkungan masyarakat dimana ia hidup, mengingat bahwa manusia adalah makhluk
sosial. Banyak penilaian yang kami lakukan atau buat tentang masyarakat atau
urusan sosial negara. Suatu masyarakat mungkin hanya masyarakat biasa, atau
juga memerintah, atau otoriter, atau anarkis, dan sebagainya. Dilihat dari apa
itu masyarakat yang baik barangkali dapat menyalurkan pemikirannya tentang
tujuan pendidikan, karena pendidikan boleh jadi tujuannya untuk masyarakat dan
juga sebagai individu ( point ini dapat di balikan ke bab berikutnya). Jika
kita memulai gagasan dari manusia sebagai makhluk sosial, kita harus
menambahkan bahwa manusia bukan makhluk sosial saja namun mereka adalah mahkluk
politik (kembali ke Aristoteles). Artinya, mereka cakap, rasional, kemampuan
dalam komunikatif dan kooperatif, dengan begitu organisasi menjadi urusan
mereka. Dalam penegertian ini sebagian besar dari aktivitas manusia seperti
menilai, menyarankan, kritik, dan sebagainya merupakan kegiatan politik.
Kita
menilai tindakan, kita menilai urusan negara, dan kami juga menilai orang.
Dalam hal ini kita bukan hanya menilai yang dasar-baik dan buruk-tentang orang
juga tentang tindakan dan urusan negara, tetapi kami memiliki beragam kata
untuk menilai atau menggambarkan kualitas seseorang dalam cara menerima atau
menolak. Contohnya dalam Bahasa Inggris seperti ‘Kind’, ‘generous’,
‘fair-minded’, ‘mean’, ‘self-centred’,’callous’ dan masih banyak lagi. Seperti
kualitas, ketika mereka melihat yang diinginkannya, ada istilah kuno
menyatakan, yang telah dibangkitkan kembali oleh filsuf beberapa tahun
terakhir. Istilah itu ialah ‘virtues’ (istilah itu juga sering merujuk ke
‘vices’, meskipun begitu istilah itu memiliki makna yang berbeda pada Bahasa
Inggris). Meskipun kata “virtues’ saat ini tidak menjadi bagian yang menonjol
dalam lingkungan hidup yang layak kebanyakan dari kita, berbagai pengertian
yang kita miliki tentang kualitas yang diinginkan dan mengagumkan yang lain
tentunya. Kita dapat berpikir tentang kualitas yang diinginkan adalah kita mungkin
menginginkan diri kita berkulitas, dan tentang kualitas dimana kita berharap
untuk melihat orang lain(anak-anak kita sendiri berkualitas). Maka kualitas
adalah sesuatu yang seringnya rumit, melibatkan persepsi, perasaan, motivasi
dan tindakan. Misalkan kita berharap bahwa anak akan berubah menjadi baik
terhadap yang lain: kita ingin melihat anak untuk bertanggung jawab ketika
marah atau menyakiti orang lain; peduli dengan yang lain; suka membantu; dan
benar-benar membantu setidaknya banyak melakukan sesuatu untuk membantu Acara.
Sesuatu yang mungkin kurang, tidak memiliki keutamaan dalam kebaikan, tapi
hanya untuk menghargai yang telah diucapkan sebagai ide dari kebaikan.
Referensi:
Haydon, Graham. 2006. Education, Philosphy And The Ethical
Environment. New York: Routledge (e-book, hlm: 29-39).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar