Sabtu, 01 Oktober 2016

Aliran Kebenaran Positivisme



        Pada artikel ini saya akan membahas Aliran Kebenaran yang dikhususkan pada pembahasan aliran Positivistik. Secara epistemologi, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indra (abid, 2010:121). Ilmu, dalam menemukan kebenaran menyandarkan dirinya kepada kriteria atau teori kebenaran antara lain: koherensi, korespondensi, positivistik, pragmatik, esensial, kontruktivisme, dan religiusisme. Ketujuh aliran tersebut memiliki ciri-ciri utama yang berbeda dan cara pendang tersendiri. Akan tetapi yang lebih lanjut dibahas dalam artikel ini ialah aliran Positivisme.
Tujuan utama yang  ingin dicapai oleh positivisme  adalah  membebaskan  ilmu dari  kekangan  filsafat  (metafisika). Karena ilmu hendaknya dijauhkan dari tafsiran-tafsiran metafisis yang  merusak  obyektivitas. Dengan menjauhkan tafsiran-tafsiran  metafisis dari  ilmu, para  ilmuan  hanya  akan menjadikan  fakta  yang  dapat  ditangkap dengan  indera untuk menghukumi segala sesuatu.  Hal  ini  sangat  erat  kaitannya dengan tugas filsafat. Menurut positivisme, tugas filsafat bukanlah menafsirkan segala sesuatu  yang  ada  di  alam.  Tugas  filsafat adalah memberi penjelasan logis terhadap pemikiran. Oleh  karena  itu  filsafat bukanlah  teori.  Filsafat  adalah  aktifitas. Filsafat  tidak  menghasilkan  proposisi-proposisi  filosofis,  tapi  yang  dihasilkan oleh  filsafat  adalah  penjelasan  terhadap proposisi-proposisi.
Di dalam perkembangan positivisme juga muncul aliran positivisme logis yang mana aliran ini lebih menaruh perhatian pada upaya menentukan bermakna atau tidak bermaknanya suatu pernyataan dalam filsafat danilmu pengetahuan, bukan pada pertanyaan apakah benar atau salah.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno.
Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah. Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme : Auguste Comte (1798 – 1857), John Stuart Mill (1806 – 1873), H. Taine (1828 – 1893), Emile Durkheim (1852 – 1917).

Referensi:
Adib, Muhammad.. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://dhanala11.blogspot.co.id/2013/06/positivisme.html?m=1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar