Filsuf adalah
seorang tokoh atau ilmuwan filsafat. Saya telah berikan beberapa pengetahuan
mengenai tokoh filsafat sebelumnya seperti filsuf dunia, filsuf modern, dan
beberapa biografi tokoh filsafat. Nah, muncul pertanyaan apakah “guru” juga
Filsuf?, pada artikel ini saya akan membahas mengenai hal tersebut.
Yang dimaksudkan
dengan “guru” adalah tokoh-tokoh spiritual yang dipandang telah mencapai
pencerahan dan keheningan. Banyak orang berguru pada mereka untuk mencapai
keadaan itu. Ada berbagai macam metode dan teknik yang digunakan para guru. Para
ahli Zen, misalnya mempergunakan koan (teka-teki yang tidak memiliki jawaban
rasional, seperti bagaimana bunyi bertepuk sebelah tangan?) dan meditasi. Karena
ungkapa-ungkapan para guru sering kali terasa mendalam dan berisi, orang kerap
tergoda untuk menyebut mereka sebagai filsuf. Memeang, banyak diantara mereka
yang pas dengan gambaran kebanyakan orang tenyang filsuf, yakni orang yang tua,
bijak, dan berjanggut. Padahal, ada perbedaan penting antara guru dan filsuf.
Pertama, para
guru menawarkan keheningan, yaitu suatu kondisi jiwa penuh ketenangan dan rasa
lepas bebas yang tidak terpengaruh oleh pasang surut kehidupan. Sebaliknya,
tujuan filsafat umumnya bukanlah untuk mencapai suatu kondisi kejiwaan
tertentu. Tentu saja, orang yang bergumul dengan filsafat mungkin juga lalu
mengalami depresi atau ekstase. Bahkan beberapa filsuf sepertilucretius (99-53
SM) dan Spinoza (1632-1677) berpendapat bahwa kedamaian jiwa harus menjadi
salah satu tujuan pemikiran filsafat. Akan tetapi, dalam sejarah, para filsuf
pada umumnya tidak mencanangkan tujuan psikologis tertentu.
Kedua,
meskipun para guru dapat membantu memberi pencerahan kepada kita, pernyataan “kefilsafatan”
mereka sebenarnya lebih merupakan suatu generalisasi psikologis tentang kodrat
manusia. Sebagai contoh, kutipan berikut dari seorang guru Zen menyatakan
keyakinan bahwa kebahagiaan (tujuan) akan bertambah bila orang menghindarkan
diri dari kepura-puraan: “tak perlu sengaja dan dengan cara yang dibuat-buat
berusaha menyesuaikan diri; menyatakan dirimu apa adanya adalah hal terpenting.”
Ketiga, para
guru memang mengungkapan banyak klaim filsafat. Menyatakan bahwa kebenaran ada
di dalam diri sendiri, bahwa kedirian adalah ilusi, dan bahwa kenyataan senantiasa mengalami perubahan
secara terus-menerus dan kreatif, sebenarnya berarti mengambil sikap atau suatu
persoalan filsafat. Kutipan berikut memberikan gambaran tentang pernyataan
semacam itu, disertai sedikit ironi Zen: “mengapa engkau tidak bahagia? Karena 99,9
% dari yang kupikirkan dan yang kaulakukan hanyalah untuk dirimu sendiri, dan
sesungguhnya tak ada satu pun. “ sayangnya, hanya mengatakan hal semacam itu
tidak secara otomatis menjadikan seseorang filsuf. Untuk menjadi filsuf, orang
harus berfilsafat. Dalam hal ini para
guru umumnya tidak memenuhi syarat. Inilah kiranya perbedaan penting antara
guru dan filsuf.
Berfilsafat
berarti menyusun dan mempertahankan keyakinan-keyakinan seseorang dengan menggunakan
argumentasi rasional. Padahal, para guru biasanya tidak berminat untuk
memberikan alasan bagi pernyataan-pernyataan mereka. Orang tidak berdebat
dengan seorang guru. Oranghanya bisa meminta penjelasan dari seorang guru
sebagai tokoh berwibawa penuh, sebagai seseorang yang telah memiliki seluruh
kebenaran. Bahkan, tidak sedikit guru yang mentertawakan masalah-masalah konseptual yang digumuli para
filsuf, dan mengatakan bahwa pencerahan sejati tidak mungkin dicapai mellui
pemikiran-pemikiran semata. Maka kendati Don Juan, tokoh dalam karya Carlos
Castenada yang terkenal itu, membuat pertanyaan-pertanyaan yang secara
filosofis menarik, ia sulit diperhitungkan sebagai seorang filsuf.
Jadi, ada
beberapa perbedaan penting antara guru dan filsuf. Perbedaan-perbedaan itu
dalam dirinya sendiri sama sekali tidak mengimplikasikan apa pun mengenai
manfaat menjadi guru maupun menjadi filsuf. Mengikuti seorang guru atau bahkan
menjadi guru mungkin saja merupakan aktivitas yang sangat bernilai bagi
sesorang. Pengetahuan tentang perbedaan-perbedaan tersebut berguna untuk
memperjelas atau mengubah pandangan kita mengenai para guru maupun filsuf.
Referensi:
Permata dan
Hadi. 2000. Berfilsafat: Sebuah Langkah
Awal. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar