Selasa, 13 Desember 2016

Kondisi Pendidikan di Provinsi Banten, membaik atau memburuk?



Banyaknya permasalahan pendidikan yang ada di Provinsi Banten membuat pandangan banyak orang mengira pendidikan di Banten masih belum memadai dan kurangnya implementasi para pendidik yang kurang mendidik dalam mengajar. Dilihat dari berbagai sisi, kurang motivasi para siswa yang membuat siswa menjadi malas ingin mencapai cita-citanya. Cita-cita kita dimulai dari sebuah pembelajaran yang bermutu dan berkarakter. Para pendidik masih kurang untuk menumbuhkan karakter kepribadian seorang anak.
Semua materi pelajaran perlu diletakkan dalam sistem yang terpadu untuk menghasilkan kompetensi lulusan sehinga mutu pendidikan yang ada di Banten akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu para pendidik perlu merancang pembelajaran bersama-sama, menentukan karya siswa bersama-sama, serta menentukan karya utama pada tiap mata pelajaran bersama-sama, agar beban belajar siswa dapat diatur sehingga tugas yang banyak, aktivitas yang banyak, serta penggunaan waktu yang banyak tidak menjadi beban belajar berlebih yang kontraproduktif terhadap perkembangan siswa.
Cita-cita, latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang, cara belajar, cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu pembelajaran harus melihat perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial dan indah jika dikembangkan menjadi kesatuan yang memiliki unsur keragaman. Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan biarkan siswa tumbuh menurut potensinya masing-masing dalam kolobarasi kelompoknya.
Dampak dari memburuknya keadaan pendidikan di Provinsi Banten ialah faktor ekonomi. Anak-anak yang ingin menggapai cita-citanya terhempas begitu saja karena hal ini.
Hal lain lagi yang dengan sarana prasarana sekolah yang ada di Provinsi Banten, ruang kelas maupun ruang lainnya belum memadai untuk sarana belajar siswa, hal ini akan mengganggu sistem pembelajaran pada siswa tersebut.

Implementasi Mahasiswa terhadap Nilai-nilai Pancasila



Pancasila sebagai Ideologi bangsa Indonesia menjadi pilar yang penting dalam kehidupan pemerintah dan masyarakatnya. Pilar-pilar itu tercermin dalam tiap-tiap sila Pancasila. Penerapan atau implementasi sila-sila dalam Pancasila merupakan hal yang wajib dilakukan bagi setiap warga negara. Namun, sekarang ini implementasi Pancasila hanya menjadi teori bagi masyarakat termasuk didalamnya adalah peserta didik yang salah satunya adalah mahasiswa. Mahasiswa merupakan agen of change  (agen dalam perubahan) yang seharusnya menggerakkkan implementasi Pancasila kini mulai hilang semangatnya.
Nilai-nilai Pancasila sebetulnya dari dulu tidak pernah berubah masih sangat bagus dan mewakili kepribadian bangsa Indonesia,  akan tetapi pada era Globalisasi ini, implementasi terhadap nilai-nilai Pancasila sudah banyak mengalami kemunduran diranah apapun dan manapun. Salah satunya adalah dalam ranah kehidupan mahasiswa, implementasi mahasiswa terhadap nilai-nilai Pancasila sudah berkurang atau melemah.
Hal itu terbukti dengan beberapa contoh yaitu mahasiswa banyak melakukan demonstrasi terhadap hasil kerja para petinggi dikursi pemerintahan maupun kampus,  kebiasaan musyawarah untuk mencapai mufakat yang mencermikan implementasi dari sila ke_4 sudah mulai ditinggalkan dengan adanya demonstrasi di sana-sini disertai dengan tindak anarkis. Contoh lain yaitu seperti kurangnya nilai moral dan sopan santun mahasiswa karena tertutupi oleh kemajuan teknologi yang tidak diimbangi oleh nilai religi yang merupakan cerminan perilaku implementasi dari sila yang pertama.

Sebagai mahasiswa yang merupakan agen of change yang seharusnya menggerakkan implementasi Pancasila. Oleh karena itu, sudah seharunya mahasiswa itu sendiri mengimpelmentasikan nilai-nilai Pancasila. Berikut ini adalah beberapa paragraf yang membahas perilaku mahasiswa yang dapat mencerminkan implementasi terhadap nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan sila pertama, mahasiswa haruslah beriman dan bertakwa sesuai dengan keyakinannya masing-masing, mapu bertoleransi antar umat beragama, saling bekerja sama dan menghormati meskipun berbeda agama, dapat membina kerukunan antar umat beragama karena pastinya dalam satu kampus tidak mungkin seluruh mahasiswa beragama Islam. Saat ini implementasi sila pertama yang diharuskan bertoleransi dalam beragama masih banyak terwujud dan banyak mahasiswa yang menerapkan perilaku tersebut. Akan tetapi jika beribadah ataupun berprilaku yang sesuai dengan keyakinannya atau agamanya masing-masing implementasinya sangatlah rendah, kebanyakan mahasiswa berprilaku atau nilai moralnya tidak didasari dengan nilai religi ataupun keimanan dan ketakwaan sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Sesuai dengan sila ke_2 implementasi sila ini yaitu saling tolong menolong antar sesama,  mahasiswa mampu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan tidak diskriminasi antar mahasiswa yang satu dengan yang lainnya. Karena Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah manusia ditempatkan sesuai dengan harkatnya. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum.
Implementasi sila ke_3 yaitu perilaku mahasiswa yang mencerminkan cinta tanah air,  menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan golongan dan pribadi, bangga terhadap negara  Indonesia.Sekarang ini ditinjau dari berbagai kehidupan mahasiswa yang ada sangat terlihat implementasi terhadap sila ke tiga sudah berkurang seperti mereka lebih menyukai dan mencintai negara lain dibandingkan negaranya sendiri yaitu Indonesia.
Sila yang ke_4 dapat diimplementasikan oleh mahasiswa dengan cara aktif dalam musyawarah, memberikan hak suara atau turut serta dalam pemilu, mengutamakan jalan musyawarah dari pada demonstrasi, ketika sudah tidask dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah mahasiswa dapat berdemonstrasi tetapi tidak disertai dengan tindak anarkis dan demonstrasi tersebut dapat memberikan solusi terhadap masalah yang mereka demonstrasikan.
            Perilaku mahasiswa yang mencerminkan implementasi dari sila ke_5 yaitu saling membantu dan bergotong royong, suka memberi pertolongan, berbuat adil, tidak pilih kasih, menghargai karya orang lain dengan tidak membajak dan membeli produk bajakan. Sesuai dengan makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain.
Untuk dapat mewujudkan perilaku mahasiswa yang mencerminkan implementasi atau penerapan terhadap nilai-nilai Pancasila, maka dari itu penting adanya pendidikan atau kuliah Pancasila sebagai mata kuliah umum disetiap jurusan. Kuliah pendidikan Pancasila ini berfungsi sebagai pemicu agar generasi muda di Indonesia dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang luhur, dapat mengingat bahwa merekalah harapan dan masa depan bangsa yang seharusnya selalu menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Tiga Tahap Eksistensi Manusia (Tahap Religius)



Artikel ini merupakan tahap keiga dari tahap eksistensi manusia, Klik disini untuk melihat tahap pertama dan kedua
Tahap religius merupakan tahap tertinggi dari eksistensial manusia. Pada tahap ini manusia meleburkan diri dalam realitas Tuhan. Lompatan dari tahap etis ke tahap religious jauh lebih sulit dan sublim daripada lompatan dari tahap estetis ke tahap etis. Karena Kierkegaard seorang teolog, maka tahapan akhirnya adalah realitas Tuhan. Pada tahapan ini, logika akan dikalahkan oleh keyakinan subyektif yang berdasarkan pada iman. Kesulitan untuk masuk ke tahap ini adalah paradoks tentang Tuhan itu sendiri, misalnya: adakah Tuhan? Atau jika Tuhan itu Maha baik mengapa ada kejahatan? pernah mendengar ada penyakit tak tersembuhkan, kemudian dengan percayanya pada Tuhan penyakit tersebut lenyap dengan ajaib? Atau ketika hidup dilanda musibah, ada mukjizat Tuhan menyelamatkan? Semua pengalaman itu merupakan wujud dari rasa percaya, dan tak bisa dijelaskan dengan logika atau penjelasan rasional atas paradoks itu semua, hanya berbekal keyakinan seorang individu dapat masuk ke tahap ini.
Perbedaan lainnya terletak  pada objektivitas dan subjektivitas nilai.  Nilai-nilai kemanusiaan pada tahap etis masih bersifat objektif (universal), sehingga ada rujukan yang bisa diterima, baik secara rasional maupun secara common sense. Sebaliknya, nilai-nilai religius bersifat murni subjektif, sehingga seringkali sulit diterima akal sehat. Tidak mengherankan kalau sikap dan perilaku manusia religius sering dicap “tidak masuk akal”, nyentrik, atau bahkan “gila”. Hidup dalam Tuhan adalah hidup subjektivitas transenden, tanpa rasionalisasi dan tanpa ikatan pada sesuatu yang bersifat duniawi atau mundane.
Masuk dari tahap estetis ke etis dibutuhkan sebuah komitmen untuk menjadi diri sendiri dan memiliki pedemoan hidup terutama kemampuan untuk membedakan yang baik dan salah, bukan hanya sekedar pengetahuan akan tetapi juga penghayatan dan pengalaman.
Pandangan Kierkegaard ini sangat berbau keagamaan karena memang beliau berasal dari teologi, Kierkegaard menganggap bahwa Tuhan lah tujuan eksistensi manusia.

Referensi:
Abidin, Z. 2014.  Filsafat Manusia. Memahami manusia melalu filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya