Jika
kita berbicara tentang masa depan manusia, perlu diperhatikan apa yang dimaksud
dengan masa depan. Kita dapat membedakan masa depan dalam tiga arti, tentang
masa depan de facto tidak dapat dipastikan. Manusia itu bebas, ia
sendiri memilih dan menentukan. Karena unsur kebebasan itu, maka bagaimana masa
depannya de facto tidak dapat diramalkan. Lain halnya dengan
masa depan sebagai orientasi. Misalnya dalam evolusi alam ditemukan suatu
dinamisme yang terarah pada suatu kesatuan baru. Sel-sel bergabung menjadi
suatu orgnanisme. Kesatuan baru itu dari segi fisik lbih kompleks, tetapi dari
segi psike merupakan suatu kesatuan yang serba baru dan lebih sempurna. Maka,
berdasarkan garis-garis tertentu yang tampak dalam masa lam[au dapat kita
katakan suatu tentang arah dan orientasi (extrapolasi). Kemudian, dalam artian
ketiga, kita dapat berbicara tentang ,masa depan dalam art etis yaitu bagaimana
seharusnya perkembangan kita. Orientasi kodrati merupakan suatu seruan yang
mengikat secara etis. Maka pertanyaan konkret: apakah manusia sebagai jenis
menuju suatu kesatuan baru?
Maka, antara masa depan sebagai
orientasi dan masa depan sebagai panggilan etis ada hubungan yang sangat erat.
Orientasi yang nyata dalam seliruh evolusi alam masa lampau menjadi suatu
seruan bagi manusia untuk mengarah pada kesatuan baru di masa mendatang. Seruan
itu mengikat secara etis. Apa yang dapat kita katakan tentang kesatuan yang
serba baru itu selama kita berada di tengan perjalanan? Bagaimanakha bentuknya?
Seruan itu bersifat paradoksal karena kesatuan tidak boleh menghapus keunikan
dari masing-masing anggota.
Pada awalnya masa depan manusia
sebagai jenis dilihat secara statis. Individu-individu akan mati, tetapi
manusia sebgai jenis tetap sama. Dalam pandangan ini evolusi sebagai jenis
sudah sampai pada puncaknya. Namun, manusia zaman sekarang tahu bahwa umur
manusia sebagai jenis dalam evolusi alam masih sangat muda. Kalau “waktu” dari
proses evolusi makhluk hidup didapatkan
menjadi 24 jam (1 hari), maka umur manusia sebagai jenis baru lahir 34 detik (600.000 tahun yang lalu). Manusia
dewasa ini lebih melihat evolusi bukan statis, melainkan dinamis. Manusia
bertanya: kemana arah kita berjalan dan manakah bentuk kesatuan yang serba baru
itu?
Referensi:
Snijders, Adelbert. 2004. Antropolofi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan. Yogyakarta: PT
Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar