Selasa, 13 Desember 2016

Tiga Tahap Eksistensi Manusia (Tahap Estetis)



Tahap eksistensi manusia yang pertama adalah Tahap Estetis, pada artikel ini saya akan membahas tahap pertama yaitu tahap estetis, untuk tahap kedua dan ketiga akana saya bahas pada artikel selanjutnya. Untuk tahap selanjutnya dapat diakses melalui link pada akhir artikel ini.
Manusia estetis adalah manusia “paling rendah”. Pada tahap ini orientasi hidup manusia sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan yang bersifat badani. Dikuasai oleh naluri seksual (libido), oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistik dan bertindak berdasarkan suasana hati (mood). Manusia estetis adalah manusia yang hidup tanpa jiwa. Ia tidak memiliki akar dan isi didalam jiwanya. Kemauannya adalah mengikatkan diri pada kecenderungan masyarakat dan zamannya. Yang menjadi trend dalam masyarakat menjadi petunjuk hidupnya.  Namun kesemuanya itu tidak dilandasi oleh passion apapun, selain keinginan untuk mengetahui dan mencoba. Ia cenderung mencari kesenangan baik materi maupun non materi tanpa peduli sumbernya, memuaskan nafsu, dan mencari popularitas. Karena nafsu manusia tak terbatas, maka bila seseorang berada pada tahapan ini, maka bakal tak habis-habis ia bergumul dengan yang namanya rasa. Semata untuk memuaskan rasa, maka ia tak mengindahkan panduan hidup ataupun harapan, tidak bias menentukan pilihan karena semakin banyak alternative yang ditawarkan masyarakat dan zamannya, yang penting nafsu terpuaskan. Kierkegaard sendiri dengan tegas mengatakan, pilihan bagi manusia seperti ini adalah ia akan mati bunuh diri (atau, bisa juga lari dalam kegilaan), atau masuk tahap berikutnya yng lebih tinggi, yaitu Etis.
Contoh sempurna manusia estetis adalah Don Juan yang hidup dengan berganti-ganti wanita untuk sekedar memuaskan hasratnya. Menurut Kierkegaard, mungkin begitulah cara manusia estetis melupakan eksistensinya yang menyedihkan—dengan bersenang-senang, meluapkan kebutuhan-kebutuhan badani seperti seks, makan, minum, dan tenggelam dalam hedonisme kehidupan. Menurut Kang Syarif, level manusia paling rendah dalam agama-agama pun diduduki oleh manusia estetis. Oleh sebab itu, agama memiliki “latihan-latihan” tersendiri untuk mengendalikan hawa nafsu, misalnya dengan menjalani puasa. Namun begitu, walaupun sudah seharian menjalani puasa tetapi ketika datang waktu berbuka kita makan dengan nafsu yang berapi-api, sesungguhnya pada saat itu kita kembali lagi menjadi manusia estetis.
Klik disini untuk tahap Kedua dan Ketiga
Referensi:
Abidin, Z. 2014.  Filsafat Manusia. Memahami manusia melalu filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar