Pada mulanya
persoalan-persoalan ilmu adalah di seputar metode dan substansi yang tidak
terpisahkan dari apa yang telah lama disebut sebagai filsafat alam. Pertanyaan-pertanyaan
tentang alamdidiskusikan dalam Timaeus karya Plato dan Physics karya
Aristoteles, misalnya, berciri tidak murni metafisik ataupun murni empiris
walaupun keduanya mempunyai aspek metodologis yang mirip dengan filsafat ilmu
modern.
Plato
beragumen bahwa hanya entitas-entitas matematis yang mempunyai jenis
intelligbilitas yang bersifat tetap, yang telah dituntut Parmenides dengan
tepat pada unusr-unsur pokok terakhir (ultimate constituents ) dalam ilmu alam
rasional.Sedangkan dalam pandangan Aristoteles, entitas-entitas dan
relasi-relasi matematis sangat umum dan sangat jauh dari pengalaman aktual
untuk menjelaskan rincian-rincian kualitatif entitas-entitas empiris.Jadi
unsur-unsur terakhir alam tentunya bukan bentuk-bentuk matematika yang sangat
umum dan abstrak seperti yang dinyatakan Plato, melainkan lebih berupa
entitas-entitas tertentu yang lebih spesifik, dapat dikenal dalam rangkaian
pengalaman empiris yang lazim.Contoh dari esensi dasar seperti itu dapat
ditemukan dengan mempelajari siklus hidup yang khas makhluk hidup yang
berbeda-beda.
Pada puncak
Abad Pertenghan, kemungkinan bagi manusia untuk membuat dirinya menjadi tuan
intelektual alam, sebagian besar sudah ditinggalkan. Pengertian manusia masa
kini tergantung kepada penerangan Allah.Jaminan pengetahuan ilmiah tidak
terletak pada mutu metodologinya melainkan terletak pada berkat Allah.Dalam
penafsiran ini, manusia tidak mempunyai jalur langsung untuk memasuki alam,
satu-satunya jalan menuju pengetahuan adalah melalui pikiran ilahi.
Referensi:
Jerome, Revertz R. 2014. Filsafat
Ilmu Sejarah dan Ruang lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar