Kamis, 01 Desember 2016

Manusia: Siapakah Dia dan Mau Kemana?



          Manusia merasa heran dan bertanya. Jawaban atas pertanyaan ini tidak pernah selesai. Manusia bersifat fana dan baka. Tidak mungkin Allah melepaskan seseorang yang dipanggil-Nya. Pangglan-Nya aktual, sekarang, dan berhubungan dengan diriku seluruhnya. Setiap saat manusia menjadi ciptaan yang baru.
Refleksi atas hukum evolusi yang ditemukan dalam masa lampau mengatakan bahwa manusia juga sebagai jenis menuju kesatuan baru. Dalam kesatuan baru itu keunikan masing-masing pribadi tidak boleh terhapus. Proses evolusi seharusnya menjadi suatu proses “amorisasi. Hanya cintalah yang memungkinkan manusia makin bersatu tanpa kehilangan keunikannya. Proses “amorisasi”  tidak berjalan secara deterministis. Manusia ikut bertanggung jawab menjamin perjalanan menuju ke kesatuan yang serba baru itu. Arah evolusi manjadi suatu seruan yang mengikat secara etis. Orientasi ke arah kesatuan baru menjadi keharusan etis. Manusia adalah seruan dan paradoks.
          Saya akan mencoba menjabarkan arti dari makhluk paradoksal yang didapat dai suatu sumber. Pusatku terletak di luar aku. Perumusan ini bersifat paradoksal. Perumusan paradoksal sering muncul dalam refleksi manusia atas dirinya. Paradoks tidak sama dengan kontradiksi. Paradoks mengandung dua kebenaran yang bertentangan. Kebenaran suatu paradoks terletak dalam kesatuan kedua kebenaran yang bertentangan itu. Lain halnya dengan kontradiksi, kalau yang satu benar, yang lain salah. Paradoks berhubungan dengan kekhasan kedudukan manusia di dunia ini. Manusia termasuk dalam dunia alam, namun sekaligus bertransendensi terhadapnya. Manusia bebas dan terikat, otonom dan tergantung, terbatas dan tidak terbatas, individu dan person, duniawi dan illahi, rohaniah dan jasmaniyah, fana dan baka. Manusia adalah  makhluk paradoks.

Referensi:
Snijders, Adelbert. 2004. Antropolofi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan. Yogyakarta: PT Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar