Minggu, 04 Desember 2016

Revolusi dalam Etika

Banyak para filsuf mengira bahwa gagasan mereka dapat mengubah masyarakat. Namun, harapan itu seringkali hanya menjadi harapan kosong. Hal itu disebabkan karena karya para filsuf yang ditulis dalam buku, hanya dibaca oleh bebrapa orang yang memiliki pandangan yang sama dengan filsuf itu. Sementara orang lain yang berbeda pandangan cenderung tidak terpengaruh, karena meyakini bahwa pandangan mereka lebih benar.
Setelah masyarakat mengalami kejeuhan terhadap nilai-nilai kehidupan lama, maka terjadilah kekacauan kehidupan. Untuk menghindari kekacauan semakin parah, maka muncullah revolusi dalam etika, dengan salah satu pendukungnya adalah Bentham. Menurut Bentham moralitas tidak berhubungan dengan kelakuan baik kita yang dimaksudkan untuk menuruti perintah Tuhan ataupun menuruti aturan moral lainnya. Moralitas adalah upaya supaya hidup kita bahagia, tentram dan damai.
Bentham berpendapat ada satu moral utama, yaitu prinsip utilitas. Prinsip ini berpendapat bahwa ketika kita dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup, kita harus memilih pilihan terbaik yang dapat menyebabkan kebahagiaan dalam hidup. Bentham merupakan pemimpin dari kelompok radikal yang bertujuan memperbarui hukum dan lembaga Inggris sesuai dengan garis utilitarianisme. Bentham beruntung mempunyai murid seperti John Stuart Mill yang dapat mengembangkan utilitarisme menjadi lebih elegan dan persuasive. John Stuart Mill adalah seorang filsuf, ahli sejarah dan ekonomi. Mill memperlihatkan gagasan yang amat sederhana mengenai moralitas yaitu tindakan yang dapat memberikan kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Kaum utilitarianis adalah para filsuf maupun pembaru social. Mereka berkeinginan agar ajaran mereka berbeda, tidak hanya dalam pemikiran, melainkan juga dalam praktek. Untuk menguji implikasi dari filsafat mereka, maka diujikan melalui dua isu yaitu euthanasia dan perlakuan terhadap binatang.
Referensi:
Rachel, James. 2007. Filsafat Moral . Yogyakarta: Kanisus


Tidak ada komentar:

Posting Komentar